Saturday, April 14, 2018

Paradoks

Apakah salah bila berteriak berusaha membela yang lemah?
Apa terlihat lemah bila berada dibelakang kaum tertindas?
Apa patut mengiba bila tak pernah ada jawaban atas semua persolan?

Apakah aku memanglah aku, saat membela namun tak ada yang membela?
Nistakah ini bila terlalu berisik saat semua tutup mulut?
Bahkan saat semua resah bertumpu, amarah mendera, namun solusi tak kunjung menghampiri
Atau saat bersuara, sanak famili diam seribu bahasa
Bernarkah ini atau hanya aku yang merasa

Teruntuk mereka yang bersembunyi dibalik topeng-topeng baja
Berseragam rapih namun beraroma busuk
Lihatlah serakan-serakan karung itu bersama tangan yang sudah menghitam
Amati nasi-nasi yang tak terjamah, buah, ikan yang terlihat namun jauh dari pelupuk mata
Dengarkan perut-perut yang bersuara bagai irama
Tengoklah bulir bulir peluh yang menetes dan menghasilkan hampa

Tak merasakah dosa itu telah terpanggul di pudakmu?
Tak berpikirkah kau yang katanya berpikir?
Atau mungkin dalam hati mu sudah bersemayam mawar hitam
Atau mungkin pandanganmu telah tertutupi mewahnya tunggangan, kaca-kacanya yang terlampau hitam hingga jalananpun kau harus meraba dengan teknologi
Rumahmu juga terlalu kokoh hingga derik jangkrik pun tak sanggup kau dengar lagi
Aku atau kau yang nista?
Kau atau mereka yang hina?
Aku atau mereka yang kerdil?
Yang pasti Tuhan Maha Tahu


Taipei, 15 April 2018
AMA

Tuesday, June 13, 2017

Bertumbuh



Bertumbuh...

Merupakan sebuah proses di mana kemamuan untuk menerima itu ada. Menerima keadaan, menerima kehadiran orang lain, menerima hal baru, menerima berbagai pelajaran yang disuguhkan di alam ini. Ya, penerimaan itu bukan perkara mudah. Berbagai friksi kerap kali dirasakan bila perbedaan itu nyata terlihat. Pilihannya ada dua, beranjak atau berjuangan menghadapi proses penerimaan dengan mencerna berbagai nilai yang disuguhkan.

Tentunya penerimaan yang dilakukan bersifat aktif. Berbeda dengan pasrah dan tidak melakukan apa-apa. Namun penerimaan yang penuh dengan kelapangan dada untuk memahami, berusaha memperbaiki serta senantiasa bertahan untuk dapat melewati proses.

Layaknya sebutir biji yang ditaman di dalam tanah akan beranjak tumbuh, ia harus mengalami berbagai proses penerimaan yang tidak mudah. Pertama, ia harus berada tertimbun oleh tanah. Terlalu gelap dan pengap, ia harus bisa berkawan dengan cacing tanah, semut, dan segala jenis makhluk hidup di sana. Atau ia harus berhadapan dengan jamur yang mungkin bisa membunuhnya perlahan. Sehingga ia harus berusaha bertahan dengan berbagai kondisi hingga akhirnya akar bisa muncul membuatnya kuat. Kemudian baru lah dapat menembus gelapnya tanah menandakan ia telah bertumbuh menjadi bentuk lain yang siap untuk memberi manfaat.

Seperti halnya seekor ayam yang harus berjuang menembus kerasnya cangkang sebelum akhirnya ia menjadi sosok yang sempurna. Setelah berhasil menembus cangkang telur, ia pun masih harus melakukan penerimaan terhadap kondisi lingkungan yang baru. Belum lagi bila pemangsa-pemangsa mulai hadir, ia harus bertahan sebagai wujud penerimaan untuk bisa menyelamatkan diri sendiri sebelum akhirnya ia bisa tumbuh besar dan memberikan manfaat lebih banyak lagi.

Begitu pula manusia yang diberikan akal pikiran. Sejak lahir pun telah diajarkan banyak penerimaan hidup. Dari yang awalnya berada di lautan air ketuban hingga harus bisa menghirup napas di udara. Serta berbagai penerimaan lain yang senantiasa mengiringi hingga saat ini. Ketika penerimaan itu sudah hadir maka berbagai sikap positif lain akan menyertai sebagai tanda lulusnya proses penerimaan.  Selamat melewati berbagai proses penerimaan, agar kita dapat senantiasa bertumbuh dan selalu siap untuk menebar banyak kebaikan di manapun berada.